JAKARTA, MATAINDONESIA – Tim Pembela Demokrasi Indonesia ( TPDI) Membeberkan Potensi munculnya sengketa antar warga masyarakat Desa Labolewa, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, NTT, tak terhindarkan lagi, karena pada tahap pelaksanaan Pembayaran Ganti Rugi, muncul fakta-fakta baru mengungkap penyimpangan dalam proses Pengadaan Tanah dan Penetapan Subyek Penerima Ganti Rugi yang tidak sesuai dengan data pemilikan tanah Hak Ulayat dan Tanah Milik perorangan.
Kordinator TPDI Petrus Selastinus melalui Realis yang di Terima media ini Senin ( 18/7/2022) mengatakan Panitia Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan (Waduk) Mbay-Lambo, Kabupaten Nagekeo, bekerja sejak tahun 2019, namun memasuki awal tahun 2022, tahapan pelaksanaan Pembayaran Ganti Rugi, muncul masalah dimana sebagian Warga Desa Labolewa, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, menyampaikan keberatan karena sebagai pemilik tanah, mereka merasa Panitia Pengadaan Tanah tidak transparan dan akuntable dalam penentuan Subyek Penerima Ganti Rugi.
lanjutnya Dalam soal proses menentukan siapa Penggarap dan siapa Pemilik Tanah, apakah bermasalah atau tidak, apakah memiliki data pemilikan atau setidak-tidaknya riwayat perolehan hak secara adat dari Lembaga Adat Desa Labolewa, tidak dilaksanakan secara terbuka dan obyektif sehingga banyak nama Penerima Ganti Rugi hanya berdasarkan catatan Kepala Desa, tanpa dilakukan profiling dan validasi oleh Lembaga Adat Desa Labolewa.
Menurutnya, munculnya ratusan nama yang tercantum sebagai pemilik tanah, diambil dari Para Penggarap (bukan pemilik), diduga didesain oleh oknum-oknum tertentu untuk mengecoh Panitia atau ada kerjasama dengan Panitia, dengan modus bagi hasil di antara mereka.
Ia mengatakan Pihak Balai Sungai Wilayah (BWS) Nusa Tenggara II selaku instansi Pengguna Tanah atau yang Membutuhkan Tanah, harus menghentikan terlebih dahulu tahapan pembayaran Ganti Rugi kepada Para Penerima Ganti Rugi yang katanya sudah divalidasi namun tidak valid, sambil menunggu Permohonan Warga kepada Polres Nagekeo untuk dimediasi dalam musyawarah oleh Kapolres Nagekeo.
Dari dokumen yang beredar dan di himpun TPDI, terdapat banyak kejanggalan yang dapat diuraikan
1. Ada nama Para Penggarap Tanah dalam jumlah besar, diposisikan sebagai pemilik lahan, sementara Pemilik Tanah tidak dicantumkan atau didata sebagai pihak Penerima Ganti Rugi.
2. Tanah dengan status Hak Ulayat tidak divalidasi dengan pendekatan secara Adat Desa Labolewa, guna memastikan siapa pemangku Hak Ulayat yang berhak agar tidak terjadi eror in persona dalam pembayaran.
3. Juga beberapa pihak, meskipun sudah menandatangani kuitansi terima uang pembayaran lunas menerima Ganti Rugi, tetapi hingga berbulan-bulan belum juga menerima uangnya sesuai dengan kuitansi yang telah ditanda tangani;
4. Juga ada pula beberapa nama yang dipastikan sebagai figur pemilik tanah atau fiktif (Theodorus Lara), tetapi didaftarkan sebagai pemilik tanah Hak Ulayat seluas 30.620 M2, sebagai yang berhak menerima Ganti Rugi sebesar Rp.1.004.050.000,- juga terdapat nama Fridus Talo (fiktif), sebagai Penerima Ganti Rugi atas tanah Hak Ulayat a/n. Markus Wolo seluas 3.255 M2.
5. Terdapat nama orang yang sudah meninggal tetapi namanya tetap dimasukan ke dalam daftar nama penerima yang sudah divalidasi sebagai yang berhak menerima uang Ganti Rugi, tanpa menyertakan ahliwarisnya yang berhak.
6. Panitia masih memasukan nama penerima fiktif dalam daftar yang telah divalidasi pada Juni 2022, padahal kesalahan dalam pencantuman nama pemilik fiktif itu telah dibuat Berita Acara Pengakuan Hak Ulayat antara Pemangku Hak Ulayat dan Pemilik Tanah fiktif, yang diketahui Camat Aesesa pada tanggal 5 April 2022.
Namun demikian dalam Surat Ketua Panitia Pengadaan Tanah per tanggal 17 Juni 2022, perihal Validasi Pemberian Ganti Rugi, nama pemilik tanah yang fiktif itu masih muncul atau dimasukan dalam daftar Penerima Ganti Rugi dengan jumlah miliaran rupiah, sementara nama pemilik Hak Ulayat yang sah dan diakui tidak dimasukan dalam list penerima.
Inilah modus permainan kotor Panitia Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Waduk Mbay-Lambo, yang lebih mementingkan pencairan uang secara cepat, tanpa mempertimbangkan dampak buruknya yaitu kerugian keuangan negara ratusan miliar rupiah, menciptakan konflik dan sengketa pemilikan tanah antar warga, membuat masyarakat tidak harmonis dan tidak dapat menikmati uang Ganti Rugi untuk hal-hal yang positif, karena uangnya menjadi uang mati akibat dikonsinyasi di Pengadilan.
Hal tersebut terjadi karena minimnya konsultasi publik, sosialisasi yang sangat terbatas, kurangnya profiling data bagi para penerima Ganti Rugi, dengan memanfaatkan kondisi masyarakat desa yang buta hukum, akibatnya tidak adanya kepastian hukum tentang siapa sebenarnya sebagai pemilik tanah, siapa sebagai penggarap dan siapa yang tidak berhak sama sekali dalam Ganti Rugi Tanah dimaksud, tetapi nama-namanya muncul dalam daftar.
Masyarakat Nagekeo tetap mendukung pembangunan Waduk Mbay-Lambo, tetapi masyarakat juga meminta Pemerintah tetap hati-hati dalam proses Penetapan Ganti Rugi, yang dalam perkembangannya semakin tidak menggembirakan, karena ketidakhati-hatian Panitia Pengadaan Tanah.
Untuk itu Pemerintah diminta untuk mengganti semua personil Panitia Pengadaan Tanah Pembangunan Waduk Mbay-Lambo, guna memastikan prosedur dan mekanisme pelaksanaan Pengadaan Tanah berjalan sesuai dengan UU dan Peraturan Pemerintah serta harapan Masyarakat yaitu membawa manfaat menaikan derajat kesejahteraan masyarakat miskin di Nagekeo. ( TIM)